Twilight merupakan buku pertama dari novel remaja berseri karangan Stephenie Meyer, yaitu Twilight Series yang menceritakan kisah cinta terlarang antara seorang gadis remaja dengan seorang pemuda yang ternyata merupakan seorang vampir. Isi cerita dinaratorkan dari sudut pandang tokoh protagonis wanita, Isabela "Bella" Swan (Sebagian besar isi telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia)


1. Pandangan Pertama

sunting

Bella Swan: [tentang truk barunya] "Keluaran tahun berapa?"
Dari perubahan ekspresinya aku tahu ia berharap aku takkan pernah melontarkan pertanyaan ini.
Charlie Swan: "Well, Billy sudah merawat mesinnya dengan baik-umurnya baru beberapa tahun, kok. Sungguh."
Kuharap Dad tak menyepelekan aku dan berharap aku mempercaai kata-katanya dengan mudah.
Bella: "Kapan ia membelinya?"
Charlie: "Kurasa tahun 1984."
Bella: "Apa waktu dibeli masih baru?"
Charlie: "Well, tidak. Kurasa mobil itu keluaran awal '60-an — atau setidaknya akhir '50-an," Dad mengakui malu-malu.
Bella: "Ch — Dad, Aku tidak tahu apa-apa tenang mobil. Aku tidak akan bisa memperbaikinya kalau ada yang rusak, dan aku tak sanggup membayar montir …"
Charlie: "Sungguh, Bella, benda itu hebat. Model seperti itu tidak ada lagi sekarang."
Benda itu, pikirku… Sebutan itu bisa dipakai — paling jelak, sebagai nama panggilan.
Bella: "Seberapa murah yang Dad maksud" Bagaimanapun, aku tak bisa berkompromi dengan yang satu ini.
Charlie: "Well, Sayang, Aku sebenarnya sudah membelikannya untukmu. Sebagai hadiah selamat datang." Charlie melirikku denganekspresi penuh harap.
Wow. Gratis.


Hanya ada satu kamar mandi kecil di lantai atas, dan aku harus memakainya dengan Charlie. Aku harus berusaha untuk tidak terlalu memikirkan keadaan itu.


Bella Swan: "[Keluarga Cullen] Mereka … sangat tampan dan cantik." Dengan susah payah aku menyatakan komentar yang mencolok itu.


Bella Swan: "Cowok berambut coklat kemerahan itu siapa?" tanyaku.
Aku mengintip ke arahnya lewat sudut mata, dan ia masih menatapku, tapi tidak melongo seperti murid-murid lain seharian ini - ekspresinya sedikit gelisah. Aku kembali menunduk.
Jessica Stanley: "Itu Edward. Dia tampan tentu saja, tapi jangan buang-buang waktu. Dia tak berkencan. Kelihatannya tak satu pun cewek disini cukup cantik baginya.". Jessica mendengus, sikapnya jelas pahit. Aku membayangkan kapan Edward menampilkannya. Aku menggigit bibir untuk menyembunyikan senyumku. Lalu aku kembali memandang Edward. Ia sudah memalingkan wajah, tapi pipinya seperti tertarik, seolah-olah ia juga tersenyum.


Edward tidak kelihaan sekurus itu ketika berdampingan dengan kakaknya yang berperawakan gagah dan besar.
Pelajaran kali ini kelihatannya lebih lama dari yang lain.Apa karena sekolah hampir usai, atau karena aku sedang menunggu kepalan tangannya (Edward) mengendur? Tagannya terus terkepal, ia duduk bergeming sampai-sampai seolah-olah tidak bernapas. Apa yang salah dengannya? Apakah ini perilaku normalnya? Aku mempertanyakan penialaian Jessica yang ketus saat makan siang tadi. Barangkali cewek itu tak sebenci yang kupikir.


[Edward Cullen] jahat sekali. Ini tidak adil. Perlahan-lahan aku mulai membereskan barang-barangku, mencoba megenyahkan kemarahan yang menyelimutiku, sebab khawatir air mataku bakal menggenag. Untuk beberapa alasan emosiku melekat erat dengan saluran air mataku. Kalau marah aku biasanya menangis, kebiasaan memalukan.
Mike Newton: "Apa kau Isabella Swan?"
Aku mengangkat kepala dan melihat seorang cowok bertampang imut dan tampan, rambutnya yang pirang pucat di-gel berbentuk spike yang teratur. Ia tersenyum ramah. Ia jelas tidak menganggap bauku enak.


Mike Newton: "Jadi kau menusuk Edward Cullen dengan pensil atau apa? Aku tak pernah melihanya seperti itu."
Aku menciut. Jadi, aku bukan satu-satunya yang memerhatikan hal ini. Dan itu rupanya bukan perilaku Edward yang biasanya. Aku memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu.
Bella Swan: "Maksudmu cowok ang duduk di sebelahku di kelas Biologi?" tanyaku polos.
Mike: "Ya. Dia kelihatan kesakitan atau apa."
Bella: "Aku tidak tahu. Aku tidak pernah bicara dengannya."
Mike: "Dia aneh. Kalau aku cukup beruntung bisa duduk denganmu, aku bakal mengobrol denganmu ."


Tapi punggung Edward Cullen menegang, dan perlahan ia berbalik menatapku - wajahnya luar biasa tampan - tatapannya menghujam dan sarat kebencian. Sekarang aku merasakan ketakutan yang amat sangat, hingga bulu kuduk di tanganku meremang. Tatapannya hanya sedetik, tapi membuatku membeku lebih dari angin yang dingin.


Ketika tiba di lapangan parkir, hanya tinggal beberapa mobil di sana. Truk itu rasanya seperti tempat perlindungan yang nyaris mirip rumah yang kumiliki di lubang hijau yang lembap ini.

2. Buku yang Terbuka

sunting

Keesokan harinya lebih baik... tapi juga lebih buruk


Itu lebih mudah karena aku jadi tahu apa yang kuharapkan. Mike duduk bersamaku di kelas Bahasa Inggris, dan mengantarku ke kelasku berikut. Eric si anggota Klub Catur memelototinya sepanjang waktu; membuatku tersanjung.


Aku mulai merasa seperti air yang mengalir tenang, bukan tenggelam


Dan hariku menjadi lebih buruk karena Edward Cullen sama sekali tak terlihat di sekolah.
Sepagian aku sangat megkhawatirkan saat makan siang, waswas terhadap tatapan anehnya. Sebagian diriku ingin mengonfrontasinya dan menuntut ingin mengetahui apa masalahnya. Ketika berbaring nyalag di ranjang, aku bahkan membayangkan apa yang bakal kukatakan. Tapi, aku mengenal diriku terlalu baik, tak mungkin aku punya nyali melakukannya. Aku membuat Singa Pengecut menjadi Sang Pemusnah.


Mike, yang mirip Golden Retriever, melangkah setia di sisiku menuju kelas


Sepertinya aku harus melakukan sesuatu tentang si Mike ini, dan ini takkan mudah. Di kota seperti ini, tempat orang-orang selalu ingin tahu apa yang terjadi atas orang lain, diplomasi sangatlah penting. Aku tak pernah pandai berdiplomasi; aku tak pernah berpengalaman menhadapi teman cowok yang kelewat ramah.