Surat dari Praha adalah film Indonesia tahun 2016 yang bercerita tentang seorang wanita bernama Laras yang terpaksa memenuhi wasiat ibunya untuk mengantarkan sebuah kotak dan sepucuk surat kepada seorang pria di Praha, Ceko demi mendapatkan sebuah warisan. Film ini terinspirasi dari kisah kehidupan para pelajar Indonesia yang tidak bisa pulang ke tanah air akibat perubahan situasi politik pada 1966.

Disutradarai oleh Angga Dwimas Sasoko.  Ditulis oleh M Irfan Ramli

Mahdi Jayasari sunting

  • [kepada anjing peliharaannya, Bagong] Untung ya kamu cuman anjing, Bagong! Anjing tidak pernah merasa kesepian karena hanya memberikan kesetiaan.
  • [tentang Lastri dalam sepucuk surat] Apa yang membuatmu tersenyum hari ini, Lastri? Semoga kita selalu bersyukur.
  • [tentang Lastri dalam sepucuk surat] Aku selalu bertanya, kesedihan seperti apa yang dirasakan sehelai daun ketika tanggal dari rantingnya?
  • [tentang Lastri dalam sepucuk surat] Tahun yang lama segera berlalu. Tahun baru menjelang. Apalagi yang belum kusampaikan kepadamu? Rasanya sudah semuanya.
  • Berteman sepi, berkawan kelam. Di sudut ruang menata hati. Selami makna yang menyapa kalbu. Tuk selaksa relung tertawan rindu.
  • Memang harus mahal harga sebuah keyakinan itu. Tak boleh murah. Makin mahal, semakin berharga.

Sulastri Kusumaningrum sunting

  • Kadang hidup memang lebih sering berisi apa yang tidak kita inginkan, dan kita seakan-akan dipaksa masuk ke dalamnya. Merasa tak punya pilihan hingga satu-satunya pilihan yang tersisa adalah diri kita sendiri.
  • Aku hanya berharap waktu dan perjalanan dapat menyembuhkan luka dan memadamkan kemarahan.

Dialog sunting

Laras: Harusnya surat-surat Anda itu enggak pernah ada. Enggak perlu rusak keputusan yang sudah ibu ambil. Dan keputusan Anda untuk jadi komunis itu, itu sudah keputusan Anda.
Jaya: Saya bukan komunis. Saya menolak orde baru. Saya menolak Soeharto, dan atas keputusan itu saya kehilangan kewarganegaraan. Tidak bisa kembali ke tanah air. Tapi saya bukan komunis. Tidak banyak hal yang tidak Anda ketahui.

Laras: [diam]
Jaya:Siapa namamu? Laras. Larasati. Ya. Saya tidak ingin menceritakan masa lalu saya yang sudah saya ikhlaskan. Bahwa kedatangan kamu ke sini telah memberi tahu saya banyak hal. Saya merasa harus berterima kasih. Tapi daun saja tidak sia-sia jatuh ke bumi.

Laras: Jadi, enggak pernah ada perempuan lain di hidup anda selain ibu saya?
Jaya: Enggak ada. Enggak ada yang lebih indah di dunia ini kecuali ibumu. Paling tidak buat saya. Waktu merubah banyak hal. Kekuasaan berubah, politik berubah, ilmu pengetahuan berubah. Hanya cinta dan musik yang enggak pernah berubah
Laras: Musik mungkin, tapi cinta, cinta masih bisa berubah. Di hidup saya sih gitu.

Pemain sunting

Pranala luar sunting

 
Wikipedia memiliki artikel ensiklopedia mengenai: