Selamat Tinggal adalah novel karya Tere Liye yang diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2020, kemudian dicetak ulang oleh penerbit Sabak Grip.

Sinopsis

sunting

Novel Selamat Tinggal menceritakan tentang kehidupan seorang pemuda bernama Sintong Tinggal, anak rantau yang terjebak menjadi 'mahasiswa abadi'. Ia berkutat dengan kisah cinta masa lalu, pesona wanita di depan mata, hingga pekerjaan sebagai penjaga toko buku bajakan meski ia juga berkutat sebagai penulis.

Lantas, bagaimana perjuangan Sintong untuk lulus dari kampus, dengan mengangkat topik skripsi tentang Sutan Pane, penulis yang terlupakan oleh sejarah?

Narator

sunting
  • Nasib jadi mahasiswa abadi adalah tidak ada lagi wajah yang dikenali, tidak ada teman nongkrong di kantin. (hal. 31)
  • Kalau soal download, software, dan segala macam yang berhubungan dengan komputer, nyaris semua tempat kos itu biangnya barang bajakan. (hal. 163)
  • Setiap akhir pekan, setiap jadwal pertandingan bola, mereka sibuk mencari link streaming ilegalnya. Dan link-link streaming ini mati satu tumbuh seribu, selalu ada yang dengan senang hati berbagi. Karena berbagi jaminannya adalah surga. Masa nggak mau masuk surga? (hal. 165)
  • Di dunia hari ini, bukan hanya ada buku palsu, tas palsu, jam tangan palsu, produk-produk palsu, dan sebagainya, tapi juga obat palsu. Mengerikan sekali obat palsu ini, karena lebih berbahaya dibanding uang palsu. (hal. 247)

Monolog

sunting
  • [Sintong] Kata siapa sih membuat skripsi itu susah? Lihat nih, tidak satu huruf pun yang dicoret dosen pembimbing skripsi, tidak ada secuil tinta pun catatan yang diberikan. Sepanjang sungguh-sungguh dikerjakan. (hal. 180)

Sintong

sunting
  • [Kepada Bunga] Kamu akan selalu punya jalan keluar. Tidak hari ini, besok lusa akan tampak. Tidak malam ini, tapi sepanjang kamu sungguh-sungguh, itu akan menjadi keniscayaan. (hal. 322)
  • [Kepada mahasiswa] Mengaumlah, Kawan. Biarkan tulisanmu mengaum buas. Menjadi kabar hebat bagi teman seperjuangan. Membuat gemetar para penipu, munafik, pemakai topeng penuh pencitraan. (hal. 322)
  • [Kepada mahasiswa] Menulislah, Kawan. Bahkan jika tidak ada lagi pena yang tersedia. Bahkan jika tidak ada lagi kertas-kertas yang berserakan. Tuliskan dengan air matamu, tuliskan dengan darahmu. (hal. 322)
  • [Kepada Sintong] Di sekitar kita banyak sekali barang bajakan, ya. Mulai dari buku, film, musik, karya-karya kreatif. Juga barang fisik bermerek seperti tas, pakaian, ikat pinggang, sepatu, semua ada produk KW-nya. (hal. 59)
  • [Kepada Sintong] Mungkin karena penduduk kita suka pamer, simbol kesuksesan. Di negara dengan karakter konsumen suka pamer, produk tiruan laku keras. (hal. 60)
  • [Kepada Sintong] Ternyata hidup ini seru sekali tampil apa adanya, bodo amat dengan penilaian orang lain. (hal. 209)
  • [Kepada Sintong] Dulu orang tua kita sering bilang, setiap kita berharap mendapatkan sesuatu, maka bersiaplah melepaskannya. Karena di dunia ini, bahkan yang sudah jadi milik kita bisa hilang, apalagi yang belum. (hal. 270)
  • [Kepada Sintong] Ayah saya sangat menghormati para penulis. Tanpa penulis, peradaban tidak bisa diwariskan. (hal. 330)