Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.

Tentang pendengar

sunting
  • Dia mendengar tetapi setengah yang mendengar satu partai saja.

Tentang ciri-ciri

sunting
  • Jika seseorang mampu memperbaiki penilaiannya yang salah dalam terang bukti baru, ia tidak berprasangka. Prasangka menjadi prasangka hanya jika mereka reversibel ketika terkena pengetahuan baru. Prasangka, tidak seperti kesalahpahaman sederhana, secara aktif tahan terhadap semua bukti yang akan menggembirakannya. Kita cenderung tumbuh emosional ketika prasangka terancam kontradiksi. Dengan demikian perbedaan antara prasangka biasa dan prasangka adalah bahwa seseorang dapat mendiskusikan dan memperbaiki prasangka tanpa resistensi emosional.
  • "Waktu dapat membutakan kita pada kebenaran tertentu dan generasi selanjutnya dapat melihat bahwa undang-undang tersebut setelah dipikirkan diperlukan dan tepatnya hanya berfungsi untuk menindas."

Tentang keburukan

sunting
  • "Salah satu prasangka terburuk yang diketahui orang dipegang oleh sebagian besar yang disebut cendekiawan era ini, yang mengklaim bahwa orang bisa hidup tanpa keyakinan."
  • "Prasangka dibenci bukan karena dirinya sendiri, tetapi karena ia menyebabkan orang-orang mempercayainya."
    • Dikemukakan oleh Marcel Arland.
    • Dikutip dari: Yudowidoko, Didik Wahadi. (2004)  Primakata Mutiara Cerdik Cendikia. Disunting oleh Din Muhyidin. Jakarta: Penerbit Abdi Pertiwi. Halaman 85.

Tentang pembebasan

sunting